1. Adab
- Adab Makan
a. Memulai makan dengan mengucapkan
Bismillah.
Berdasarkan
hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Apabila
salah seorang diantara kalian hendak makan, maka ucapkanlah: ‘Bismilah.’ Dan jika
ia lupa untuk mengucapkan Bismillah di awal makan, maka hendaklah ia
mengucapkan ‘Bismillahi Awwalahu wa Aakhirahu (dengan menyebut nama Allah di
awal dan diakhirnya).’”
(HR. Daud Dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih Ibnu Majah:
3264)
b.
Hendaknya mengakhiri makan dengan
pujian kepada Allah.
Sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Barangsiapa
telah selesai makan hendaknya dia berdo’a: “Alhamdulillaahilladzi ath’amani
hadza wa razaqqaniihi min ghairi haulin minni walaa quwwatin. Niscaya akan
diampuni dosanya yang telah lalu.”
(HR. Daud, Hadits Hasan)
Inilah
lafadznya:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا وََرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حوْلٍ مِنِّي وَ لاَ قُوَّةٍ
“Segala
puji bagi Allah yang telah memberi makan ini kepadaku dan yang telah memberi
rizki kepadaku tanpa daya dan kekuatanku.”
Atau
bisa pula dengan doa berikut,
الْحَمْدُ لِلَّهِ حَنْدًا كثِيراً طَيِّباً مُبَارَكاً فِيهِ غَيْرَ (مَكْفِيٍّ وَ لاَ) مُوَدَّعٍ وَ لاَ مُسْتَغْنَيً عَنْهُ رَبَّناَ
“Segala
puji bagi Allah dengan puja-puji yang banyak dan penuh berkah, meski bukanlah
puja-puji yang memadai dan mencukupi dan meski tidaklah dibutuhkan oleh Rabb
kita.” (HR. Bukhari VI/214 dan Tirmidzi
dengan lafalnya V/507)
b. Hendaknya makan dengan menggunakan
tiga jari tangan kanan.
Hadits
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sungguh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam makan dengan menggunakan tiga jari.” (HR. Muslim, HR. Daud)
c. Hendaknya menjilati jari jemarinya
sebelum dicuci tangannya.
Sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Apabila
salah seorang diantara kalian telah selesai makan maka janganlah ia mengusap
tangannya hingga ia menjilatinya atau minta dijilati (oleh Isterinya,
anaknya).” (HR. Bukhari Muslim)
d. Apabila ada sesuatu dari makanan
kita terjatuh, maka hendaknya dibersihkan bagian yang kotornya kemudian
memakannya.
Berdasarkan
hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Apabila
ada sesuap makanan dari salah seorang diantara kalian terjatuh, maka hendaklah
dia membersihkan bagiannya yang kotor, kemudian memakannya dan jangan
meninggalkannya untuk syaitan.”
(HR. Muslim, Abu Daud)
e. Hendaknya tidak meniup pada makanan
yang masih panas dan tidak memakannya hingga menjadi lebih dingin, hal ini
berlaku pula pada minuman. Apabila hendak bernafas maka lakukanlah di luar
gelas, dan ketika minum hendaknya menjadikan tiga kali tegukan.
Sebagaimana
hadits dari Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhu:
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang untuk menghirup udara di dalam
gelas (ketika minum) dan meniup di dalamnya.” (HR. At Tirmidzi)
g.
Hendaknya menghindarkan diri dari kenyang
yang melampaui batas.
Berdasarkan
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak
ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah
baginya memakan beberapa suapan sekedar dapat menegakkan tulang punggungnya
(memberikan tenaga), maka jika tidak mau, maka ia dapat memenuhi perutnya
dengan sepertiga makanan, sepertiga minuman dan sepertiga lagi untuk
bernafasnya.” (HR. Ahad, Ibnu Majah)
h. Makan memulai
dengan yang letaknya terdekat kecuali bila macamnya berbeda maka boleh
mengambil yang jauh.
Hadits
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Wahai
anak muda, sebutkanlah Nama Allah (Bismillah), makanlah dengan tangan kananmu
dan makanlah dari apa-apa yang dekat denganmu.” (HR. Bukhari Muslim)
i.
Hendaknya
memulai makan dan minuman dalam suatu jamuan makan dengan mendahulukan
(mempersilakan mengambil makanan terlebih dahulu) orang-orang yang lebih tua
umurnya atau yang lebih memiliki derajat keutamaan.
j. Ketika makan
hendaknya tidak melihat teman yang lain agar tidak terkesan mengawasi.
k. Hendaknya tidak
melakukan sesuatu yang dalam pandangan manusia dianggap menjijikkan.
l. Jika makan
bersama orang miskin, maka hendaklah kita mendahulukan mereka.
2. Adab - Adab Berbicara Bagi Wanita
Muslimah
a.
Berhati-hatilah dari terlalu banyak berceloteh
dan terlalu banyak berbicara,
Allah Ta’ala berfirman:
” لا
خير في كثير من نجواهم إلا من أمر بصدقة أو معروف أو إصلاح بين الناس ”
(النساء: الآية 114).
“Dan tidak ada kebaikan pada kebanyakan
bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh
(manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian
diantara manusia “. (QS. An
nisa:114)
“عن اليمين وعن
الشمال قعيد. ما يلفظ من قولٍ إلا لديه رقيب عتيد ”
(ق: الآية 17-18)
“Seorang duduk disebelah kanan, dan yang lain duduk disebelah kiri.tiada
satu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang
selalu hadir” (QS. Qaaf:17-18).
Maka jadikanlah ucapan itu
menjadi perkataan yang ringkas, jelas yang tidak bertele-tele yang dengannya
akan memperpanjang pembicaraan.
b. Bacalah
Al qur’an karim dan bersemangatlah untuk menjadikan itu sebagai wirid
keseharian, dan senantiasalah berusaha untuk menghafalkannya sesuai kesanggupan
agar mendapatkan pahala yang besar dihari kiamat nanti.
عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما- عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ” يقال لصاحب
القرآن: اقرأ وارتق ورتّل كما كنت ترتّل في الدنيا فإن منزلتك عند آخر آية تقرؤها
رواه أبو داود والترمذي
Dari Abdullah bin ‘Umar radiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wasallam,
beliau bersabda: Dikatakan
pada orang yang senang membaca alqur’an: bacalah dengan tartil sebagaimana
engkau dulu sewaktu di dunia membacanya dengan tartil, karena sesungguhnya
kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca. (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi)
c. Tidaklah
terpuji jika engkau selalu menyampaikan setiap apa yang engkau dengarkan,
karena kebiasaan ini akan menjatuhkan dirimu kedalam kedustaan.
عن أبي هريرة
رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ” كفى بالمرء كذباً أن يتحدّث بكل ما
سمع “
Dari Abu hurairah radiallahu ‘anhu,sesungguhnya
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Cukuplah seseorang itu
dikatakan sebagai pendusta ketika dia menyampaikan setiap apa yang dia
dengarkan.”(HR.Muslim dan Abu Dawud)
d. Jauhilah dari sikap menyombongkan
diri (berhias diri) dengan sesuatu yang tidak ada pada dirimu, dengan tujuan
membanggakan diri dihadapan manusia.
عن عائشة – رضي الله عنها-
أن امرأة قالت: يا رسول الله، أقول إن زوجي أعطاني ما
لم يعطني؟ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ” المتشبّع بما لم يُعط كلابس ثوبي زور
“.
Dari aisyah radiyallohu
‘anha, ada seorang wanita yang mengatakan: “Wahai Rasulullah, aku mengatakan bahwa suamiku
memberikan sesuatu kepadaku yang sebenarnya tidak diberikannya”. Berkata Rasulullah Shallallahu Alaihi
wasallam,: “Orang yang
merasa memiliki sesuatu yang ia tidak diberi, seperti orang yang memakai dua
pakaian kedustaan.” (Muttafaq
alaihi)
e. Sesungguhnya
dzikrullah memberikan pengaruh yang kuat didalam kehidupan ruh seorang muslim,
kejiwaannya, jasmaninya dan kehidupan masyarakatnya.
Allah ta’ala memuji
hamba-hambanya yang mukhlis dalam firman-Nya:
” الذين يذكرون
الله قياماً وقعوداً وعلى جنوبهم…
”
(آل عمران: الآية 191).
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring…” (QS. Ali imran:191).
f. Jika
hendak berbicara, maka jauhilah sifat
merasa kagum dengan diri sendiri, sok fasih dan terlalu memaksakan diri dalam
bertutur kata, sebab ini merupakan sifat yang sangat dibenci Rasulullah.
Rasulullah Saw. bersabda:
” وإن أبغضكم
إليّ وأبعدكم مني مجلساً يوم القيامة الثرثارون والمتشدقون والمتفيهقون “.
“sesungguhnya orang yang
paling aku benci diantara kalian dan yang paling jauh majelisnya dariku pada
hari kiamat : orang yang berlebihan dalam berbicara, sok fasih dengan ucapannya
dan merasa ta’ajjub terhadap ucapannya.”
(HR. Tirmidzi,Ibnu Hibban dan yang lainnya dari hadits Abu Tsa’labah
Al-Khusyani radhiallahu anhu)
g. Jauhilah
dari terlalu banyak tertawa, terlalu
banyak berbicara dan berceloteh. Jadikanlah
Rasulullah sebagai teladan, dimana beliau lebih banyak diam dan banyak berfikir, serta menjauhkan diri dari terlalu
banyak tertawa.
Jadikanlah setiap apa
yang diucapkan itu adalah
perkataan yang mengandung kebaikan, dan jika tidak, maka diam itu lebih utama
bagimu.
Rasulullah Saw. bersabda:
” من كان يؤمن
بالله واليوم الآخر فليقل خيراً أو ليصمت “.
” Barang siapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir,maka hendaknya dia berkata dengan perkataan yang
baik,atau hendaknya dia diam.” (muttafaq
alaihi dari hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu)
h. Jangan memotong pembicaraan seseorang yang sedang
berbicara atau membantahnya, atau meremehkan ucapannya. Bahkan jadilah
pendengar yang baik dan ketika harus membantahnya, maka bantahlah dengan cara yang baik pula.
i. Berhati-hatilah
dari suka mengolok-olok terhadap cara berbicara orang lain, seperti orang yang
terbata-bata dalam berbicara atau seseorang yang kesulitan berbicara.
Alah Ta’ala berfirman:
"يا أيها
الذين آمنوا لا يسخر قوم من قوم عسى أن يكونوا خيراً منهم ولا نساء من نساء عسى أن
يكن خيراً منهن "
(الحجرات: الآية 11).
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain,
boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan
itu lebih baik.” (QS.Al-Hujurat:11)
j. Jika
mendengarkan bacaan Alqur’an, maka berhentilah dari berbicara, apapun yang dibicarakan, karena itu merupakan
adab terhadap kalamullah dan juga sesuai dengan perintah-Nya.
Allah berfirman :
: ” وإذا قرىء
القرآن فاستمعوا له وأنصتوا لعلكم ترحمون ”
(الأعراف: الآية 204).
“Dan apabila dibacakan Alqur’an,maka
dengarkanlah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kalian diberi
rahmat”. (QS. Al A’raf : 204)
k. Menjauhkan
diri dari perbuatan ghibah dan namimah (adu domba)
Rasulullah Saw. bersabda:
” ثكلتك أمك يا
معاذ. وهل يكبّ الناس في النار على وجوههم إلا حصائدُ ألسنتهم ”
( رواه الترمذي).
“Engkau telah keliru wahai Mu’adz, tidaklah
manusia dilemparkan ke Neraka diatas wajah-wajah mereka melainkan disebabkan
oleh ucapan-ucapan mereka.” (HR.Tirmidzi,An-Nasaai
dan Ibnu Majah)
l. Jika
duduk sendiri dalam suatu majelis, atau bersama dengan sebagian orang, maka senantiasalah untuk
berdzikir mengingat.
Allah SWT. berfirman:
” الذين يذكرون
الله قياماً وقعوداً وعلى جنوبهم “.
(آل عمران: الآية 191)
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri,atau duduk,atau dalam keadaan berbaring” (QS. Ali ‘imran : 191)
m. Jika hendak berdiri atau keluar dari majelis, maka ingatlah
untuk selalu mengucapkan:
” سبحانك الله
وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك “.
“Maha suci Engkau ya Allah dan bagimu segala
pujian, aku bersaksi bahwa
tidak ada Ilah yang berhak untuk disembah kecuali Engkau, aku memohon ampun
kepada-Mu, dan aku bertaubat kepada-Mu”.
3.
Adab
- Adab Berhias
a.
Dilarang memakai cemara / wig atau rambut palsu
Pernah seorang perempuan datang kepada nabi saw.
lalu bertanya:
“ Ya Rasulullah, sesungguhnya saya mempunyai
seorang anak gadisyang mau jadi pengantin. Ia terkena penyakit campak sampai rambutnya
rontok. Bolehkah saya menyambugnya dengan cemara?” namun jawab nabi saw. “Allah
mengutuk perempuan yang memasang cemara dan minta dipasang cemara” (HR. Bukhari-Muslim dan an-Nasa’i)
Hal ini diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan
oleh Jabir ra., “Nabi saw. melarang wanita menyambung kepalanya dengan
apapun juga.”(HR. Muslim)
b.
Dilarang mengganti alis, mentato, mengikir gigi dan merubah ciptaan Allah
Sebagaimana Sabda Rasulullah Saw.
“Allah mengutuk perempuan-perempuan pentato dan
yang minta ditato, perempuan-perempuan yang mencukur alis dan mereka yang minta
dicukur alisnya, perempuan-perempuan yang mengikir giginyaagar lebih indah dan
mereka yang merubah ciptaan Allah.” (HR. Imam yang tujuh)
c.
Diperbolehkan memakai celak mata dan daun pacar
“Telah berkata Ibnu Abbas ra. ‘perhiasan yang
dhahir adalah muka, celak mata, bekas pacar di tangan, dan cincin.” (HR. Ibnu Jarir)
Dari sebuah riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas
ra., dikemukakan: “Sesungguhnya Nabi saw. bersabda, ‘Bercelaklah kalian
denga itsmid karena dia dapat mencerahkan penglihatan dan menumbuhkan bulu
mata.”
4.
Adab
- Adab Berpakaian Wanita Muslimah
a.
Mendahulukan yang kanan
Di antara sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah
mendahulukan yang kanan ketika memakai pakaian dan semacamnya. Dalil pokok
dalam masalah ini, dari Aisyah Ummul Mukminin beliau mengatakan, "Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam suka mendahulukan yang kanan ketika bersuci,
bersisir dan memakai sandal." (HR. Bukhari dan Muslim)
b.
Menutupi
seluruh badan selain yang sudah dikecualikan, yaitu wajah dan kedua telapak
tangan.
c.
Tidak ketat sehingga masih menampakkan bentuk tubuh yang
ditutupinya.
d.
Tidak
tipis sehingga warna kulit masih bisa dilihat.
Dari
Usamah bin Zaid ra. Ia berkata: Rasulullah saw. pernah memberikan kepadaku kain
dari Qubti (Mesir), kain itu telah beliau terima sebagai hadiah dari Dahtah Al
Kalabi. Tapi kemudian saya berikan pakaian itu untuk istriku. Maka tegur
Rasulullah saw. kepadaku, “Kenapa tidak kamu pakai saja kain Qubti itu?”
Saya jawab, “Ya Rasulullah, kain
itu telah saya berikan kepada istriku.” Maka sabda Rasulullah saw., “Suruhlah
dia mengenakan pula baju rangkap di bawah kain Qubti itu. karena aku
benar-benar khawatir kain itu akan tetap menampakkan besarnya tulang-tulang
(lekuk-lekuk tubuh) istrimu.” (HR. Ahmad, dan diriwayatkan juga dalam
Al-Mukhtar oleh Ibnu Abi Syaiban, Al-Bazzar, Ibnu Sa’ad, Ath-Thabrani,
Al-Baihaqi dan Adh-Dhiya’)
e. Tidak menyerupai pakaian lelaki
Dan
dari Abdullah bin Amr bin Ash, bahwa dia pernah melihat seorang wanita menyandang
sebuah busur panah sambil berjalan seperti orang laki-laki. Maka Abdullah
bertanya, “Siapakah perempuan ini? Seseorang menjawab, “Ini Ummu Sa’id binti
Abu Jahal.”
Maka
berkatalah Abdullah, “Pernah aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘
Bukanlah dari golongan kami wanita yang menyerupai laki-laki.’” (HR. Ahmad)
Dalam
hadits yang lain juga disebutkan:
“Dan
dari Abu Hurairah ra., bahwa Nabi saw. mengutuk laki-laki yang berpakaian
seperti perempuan dan wanita yang berpakaian seperti laki-laki.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan
An-Nasa’i, dan tokoh-tokoh sanadnya adalah tokoh-tokoh hadits shahih)
f. Tidak berwarna menyolok sehingga
menarik perhatian orang
Dari Abdullah bin ‘Amr, berkata:
Rasulullah saw. pernah melihatku memakai dua baju celupan ushfur (berwarna kuning emas). Maka sabda
beliau “Sesungguhya ini termasuk pakaian orang-orang kafir maka janganlah
kamu pakai.” (HR. Ahmad, Muslim, dan An-Nasa’i)
g. Tidak menyerupai pakaian wanita
kafir dan tidak bermaksud untuk memamerkannya
Dari Ibnu Mas’ud ra, ia berkata,
sabda Rasulullah saw. “Takkan masuk surga orang yang terdapat dalam hatinya
kesombongan seberat dzarrah sekalipun.”
Seorang laki-laki bertanya, “Sesungguhnya
orang menyukai baju yang bagus dan sandal yang indah.” Jawab Rasul, “Sesungguhnya
Allah itu Mahal Indah, menyukai keindahan. Kesombongan ialah tidak mengakui
kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR. Ahmad dan Muslim)
5.
Adab
Bersiwak (Gosok Gigi)
Waktu yang diutamakan untuk bersiwak
adalah ketika bangun tidur, ketika berwudhu, ketika hendak masuk rumah, ketika
hendak shalat, ketika hendak masuk masjid, ketika bau mulut berubah (tidak
sedap) dan ketika hendak membaca Al-Qur’an.
a. Dalil keutamaan bersiwak ketika
bangun tidur
Berdasarkan
hadits Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata.
Artinya : “Adalah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila bangun malam membersihkan mulutnya denga
siwak” [Hadits Riwayat Bukhari no.42, 1085, Muslim no. 255. Abu Dawud
no.55. An-Nasa’i no. 2, 1622 dan Ibnu Majah no. 286]
Dan
hadits dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata.
Artinya
: “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tidur pada malam
hari atau siang hari kemudian beliau bangun melainkan beliau pasti gosok gigi
terlebih dahulu sebelum berwudhu” [Hadits Riwayat Abu Daud no. 57 dan Lihat
Shahih Abu Dawud I/14 no. 51]
b. Dalil ketika bau mulut berubah tidak
sedap disyariatkannya bersiwak diwaktu berwudhu untuk menghilangkan bau yang
tidak sedap.
Berdasarkan
hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bahwa beliau bersabda.
Artinya
: “Kalaulah tidak akan memberatkan umtaku, tentulah kuperintahkan kepada
mereka supaya gosok gigi pada tiap-tiap berwudhu” [Hadits Riwayat Malik,
Ahmad, dan Nasa’i dan telah dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, sedang Imam Bukhari
menyebutkan secara ta’liq] (Malik I/66. Ahmad II/460 dan lainnya. An-Nasa’i
(As-Sunan Al-Kubro) no. 3037, 3043 dan Bukhari secara ta’liq dalam Bab As-Siwak
Ar-Rathbu wa Al-Yabisu Li Ash-Shaim.)
c. Dalil ketika hendak shalat
Berdasarkan
hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau bersabda.
Artinya : “Kalaulah tidak akan memberatkan umatku, tentulah telah diperitahkan kepada mereka supaya bersiwak pada tiap-tiap akan shalat” [Hadits Riwayat Jama’ah] (Bukhari no.847. Muslim no. 252. Abu Daud no. 46. At-Tirmidzi no.23. An-Nasa’i no.7. Ibnu Majah no. 287)
d. Dalil ketika hendak masuk masjid dan
rumah
Berdasarkan
hadits Al-Miqdad bin Syuraih yang diriwayatkan dari Syuraih, dia berkata, “
Aku bertanya kepada Aisyah, “Apa yang pertama kali dilakukan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika telah masuk rumah ?” Aisyah menjawab,
‘Bersiwak’ [Hadits Riwayat Jama’ah kecuali Bukhari dan Tirmidzi] (Muslim
no. 253. Abu Daud no.51. An-Nasa’i no.8. Ibnu Majah no.290)
Dan
Masjid lebih utama dari pada rumah.
6.
Adab
Memotong Rambut dan Khitan
a. Hukum memotong rambut bagi kaum
laki-laki adalah sunnah
Berdasarkan
hadits dari Aisyah, ia berkata.
Artinya : “Panjang rambut Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah diantara daun telinga, sampai (di atas)
bahu” [Ahmad VI/118, Abu Dawud No. 4187, Tirmidzi no. 1755, Ibnu Majah
No.3655]
Dan
hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu.
Artinya
: “Adalah rambu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengobak (ikal), tidak
keriting dan tidak pula lurus. (Panjangnya) antara daun telinga dan kedua
bahunya” [Bukhari No. 5563, 5564,5565. Muslim No. 2338]
Imam
Ahmad III/113, 165, Muslim No. 2338 meriwayatkan dengan lafal.
Artinya
: “Adalah rambut beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai pada (batas
tengah-tengah kedua telinganya”).
b. Adapun khitan, wajib hukumnya bagi
laki-laki dan mulia (utama) bagi kaum wanita, yaitu tidak wajib, berdasarkan
keterangan dari banyak ulama.
Abu
Abdillah berkata, “Ibnu Abbas sangat tegas dalam masalah khitan. Diriwayatkan
dari beliau, bahwa “Tidak sah haji dan shalatnya”. Maksud beliau jika
orang itu tidak berkhitan”.
Dalil
tentang wajibnya berkhitan adalah sebuah hadits yang menyebutkan bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang laki-laki yang
baru saja masuk Islam.
Artinya
: “Bersihkan darimu rambut kekafiranmu dan berkhitanlah” [Abu Dawud No.
356]
7.
Adab
Mencukur Jenggot dan Memotong Kumis
a. Diharamkan mencukur, memotong,
mencabut dan membakar jenggot.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
Artinya : “Dan benar-benar telah Aku muliakan anak cucu
Adam” [Al-Isra : 70]
Al-Baghawi rahimahullah berkata, “Ada yang menafsirkan
bahwa Allah memuliakan kaum laki-laki dengan jenggotnya dan memuliakan kaum
wanita dengan (panjang) rambutnya”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
Artinya : “Apa saja yang datang dari Rasul, maka
ambillah, dan apa yang dilarang oleh Rasul maka tinggalkanlah” [Al-Hasyr :
7]
Allah juga berfirman.
Artinya : “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi
perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” [An-Nur
: 63]
Dan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia
berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
Artinya : “Potonglah kumis dan biarkan jenggot, selisilah
orang-orang majusi” [Hadits Riwayat Ahmad II/365, 366 dan Muslim 260]
Diriwayatkan
dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau bersabda.
“Artinya : Selisihilah orang-orang musyrik (dengan cara) melebatkan jenggot dan memendekkan kumis” [Hadits Riwayat Bukhari 5553 dan Muslim 259]
Imam Ahmad [Lihat Al-Musnad II/366] meriwayatkan dari
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda.
Artinya : “Panjangkanlah jenggot dan potonglah kumis.
Janganlah kalian menyerupai orang-orang Yahudi dan Nasrani”
Al-Bazzar meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahun ‘anhu
secara marfu’ (yaitu hadits yang riwayatnya diangkat sampai kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam).
“Artinya : Janganlah kalian menyerupai orang-orang asing ;
panjangkanlah jenggot”
Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.
“Artinya
: Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari mereka”
[Diriwayatkan oleh Abu Dawud 4031 dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu, sedangkan
Al-Bazaar meriwayatkannya dari Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu VII/368]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar