KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang
telah memberikan kepada kita hidayah dan taufiq-Nya, sembari diiringi doa,
shalawat dan salam kita hadiahkan ke haribaan Baginda Rasulullah Saw. Semoga
kita semua mendapatkan syafa’atnya di yaumil akhir nanti.
Ucapan terima kasih kami kepada, Ibu dosen pembimbing dan teman-teman jurusan PAI yang telah
memberikan tanggapan positif sehingga kami dapat membuat makalah ini. Meskipun
masih banyak kekurangan, kesalahan, kekhilafan serta kejanggalan-kejanggalan
lainnya, baik dari peletakan huruf maupun susunan kata. Oleh sebab itu kami
selaku insan yang dhaif, kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari
teman-teman semua terutama dari Ibu pembimbing. Dalam penulisan ini seandainya ada
kesalahan, maka semata-mata dari diri kami sendiri dan jika ada baiknya, maka
itu datang nya dari Allah SWT. Mudah-mudahan makalah singkat ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Pekanbaru,
27 Janu 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ 1
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN.............................................................................................................. 3
PEMBAHASAN................................................................................................................. 4
A. Perkembangan Pendidikan...................................................................................... 4
B. Restrukturisasi Kurikulum Madrasah...................................................................... 7
C. Sistem Pendidikan................................................................................................... 8
PENUTUP........................................................................................................................... 9
A. Kesimpulan.............................................................................................................. 9
B. Kritik dan Saran...................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 10
PENDAHULUAN
Kebijakan-kebijakan
pemerintah, mulai dari pemerintahan kolonial, awal, dan pasca kemerdekaan
hingga masuknya Orde Baru terkesan meng-“anak tirikan”, mengisolasikan bahkan
hampir saja menghapuskan sistem pendidikan Islam hanya karena alasan “Indonesia bukanlah negara Islam”.
Namun berkat semangat juang yang tinggi dari tokoh-tokoh pendidikan Islam,
akhirnya berbagai kebijakan tersebut mampu “diredam” untuk sebuah tujuan ideal,
yaitu “menciptakan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia…” 1
Secara operasional,
kata kebijakan berasal dari kata “bijak” yang berarti rangkaian konsep dan asas
yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan
kepemimpinan, dan cara bertindak pemerintah, organisasi dan sebagainya.2
sedangkan
Orde Baru merupakan suatu pemerintahan dan sebagainya; peraturan pemerintah;
susunan, angkatan sejak tanggal 11 Maret 1966. 3
Orde Baru dimulai
setelah penumpasan G-30S, pada tahun1965, dan ditandai oleh upaya melaksanakan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Pelaksanaannya dilengkapi dengan 24
ketetapan MPRS, satu Resolusi MPRS, dan satu keputusan MPRS, yang dihasilkan
dalam Sidang Umum IV MPRS tahun 1966.4 Lahirnya Orde Baru (ORBA) memungkinkan
pendobrakan semua arus dalam segala bidang, termasuk juga dalam bidang pendidikan.
1.
UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003
2.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), Cet. Ke-3 hal. 115
3.
Ibid
hal. 629
4.
Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, hal. 421
PEMBAHASAN
A.
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN
Diakui bahwa kebijakan
pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan Islam dalam konteks madrasah di
Indonesia bersifat positif,
khususnya dalam dua dekade terakhir 1980-an sampai dengan 1990-an. Pada masa
pemerintahan Orde Baru, lembaga pendidikan (madrasah) dikembangkan dalam rangka
pemerataan kesempatan dan peningkatan
mutu pendidikan.
Pada awal-awal masa
pemerintahan Orde Baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan dan
meningkatkan kebijakan Orde
Lama. Madrasah belum dipandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional,
tetapi baru bersifat lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri
Agama. Hal ini disebabkan pendidikan madrasah belum didominasi oleh
muatan-muatan agama, menggunakan kurikulum yang belum berstandar, memiliki
struktur yang tidak seragam, dan kurang terpantaunya manajemen pemerintah madrasah oleh pemerintah.
Seiring dengan struktur madrasah yang semakin lengkap, pada tanggal 10
sampai 20 Agustus 1970 telah diadakan pertemuan di Cobogo, Bogor dalam rangka
penyusunan kurikulum madrasah dalam semua tingkatan secara nasional. Langkah
ini merupakan salah satu kontribusi pemerintah Orde Baru dalam mendekatkan
hubungan madrasah dengan sekolah. Otonomi yang diberikan kementrian agama untuk
mengelola madrasah terus dibarengi dengan kebijakan yang mengarah kepada penyempurnaan sistem
pendidikan nasional. Langkah ini menjadi agenda penting pada masa awal-awal
pemerintahan Orde Baru.
Dalam dekade 1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat
keberadaannya, namun di awal-awal tahun 1970-an, justru kebijakan pemerintah
terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan
nasional. Hal ini terlihat dengan langkah-langkah yang ditempuh pemerintah
dengan mengeluarkan suatu kebijakan berupa keputusan Presiden (Kepres) Nomor 34
Tanggal 18 April Tahun 1972 tentang “Tanggung Jawab Fungsional Pendidikan dan
Latihan”. Isi keputusan ini pada intinya mencakup tiga hal:
1.
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan
pendidikan umum dan kejuruan.
2.
Menteri
Tenaga Kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan dan latihan keahlian
dan kejuruan tenaga kerja akan pegawai negeri.
3.
Ketua
Lembaga Administrasi Negara bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan
pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negeri.5
Dalam TAP MPRS Nomor XVII Tahun 1966 dijelaskan “agama merupakan salah satu
unsur mutlak dalam pencapaian tujuan nasional. Persoalan keagamaan dikelola
oleh Departemen Agama, sedangkan madrasah dalam TAP MPRS Nomor 2 Tahun 1960
adalah lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri Agama”.6
Dari ketentuan ini, Departemen Agama menyelenggarakan pendidikan madrasah tidak
saja bersifat keagamaan dan umum, tetapi juga bersifat kejuruan. Dengan
Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1972 dan Inpres No.15 Tahun 1974,
penyelenggaraan pendidikan umum dan kejuruan sepenuhnya berada di bawah
tanggung jawab Mendikbud. Selanjutnya, Pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan
membentuk “SKB Tiga Menteri” (Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, dan Kementerian Dalam Negeri) tahun 1975.7
6.
Ibid., h.78
7.
SKB
Tiga Menteri itu dikeluarkan pada tanggal 24 Maret 1975 di Jakarta oleh Menteri
Agama Nomor 6 Tahun 1975, Menteri P&K Nomor 037/u/1975, dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 36 Tahun 1975, lihat Alamsyah, Pembinaan
Pendidikan Agama, (Jakarta: Depag RI 1982), h.138.
Kesepakatan tiga menteri itu mengenai “peningkatan mutu pendidikan
madrasah”, dan memuat beberapa ketentuan yang meliputi kelembagaan, kurikulum
dan pengajaran. Dalam keputusan bersama ini yang dimaksud dengan madrasah
adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai
mata pelajaran dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30% di samping mata
pelajaran umum.8
Hanun Asrohah menjelaskan bahwa untuk merealisir SKB tersebut, Departemen
Agama melalui penertiban, penyeragaman, dan penyamaan perjenjangan pada
madrasah-madrasah dengan langkah-langkah:9
1.
Menciutkan
jumlah PGAN dan mengubah status sebagian besar PGAN tersebut menjadi Madrasah
Tsanawiyah atau Aliyah Negeri.
2.
Mengubah
status Sekolah Persiapan IAIN, menjadi Madrasah Aliyah Negeri.
3.
PGA-PGA
yang diselenggarakan oleh pihak swasta, juga harus diubah statusnya menjadi
Madrasah Tsanawiyah atau Madrasah Aliyah.
Dalam Bab I Pasal 2 berbunyi : madrasah itu meliputi tiga tingkatan, a)
Madrasah Ibtidaiyah setingkat dengan Sekolah
Dasar; b) Madrasah Tsanawiyah setingkat Sekolah Menengah Pertama; dan c)
Madrasah Aliyah setingkat dengan Sekolah Menengah Atas. Dalam pengelolaan dan
pembinaan pendidikan, Depag telah mempunyai suatu otoritas dalam mengelola dan
membina madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan.10
9.
Hanun
Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam,
(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. Ke-1, h.199.
10.
Lihat
Bab IV Pasal 4 SKB Tiga Menteri
B. RESTRUKTURISASI
KURIKULUM MADRASAH
Setelah SKB Tiga Menteri, usaha pengembangan madrasah selanjutnya adalah
dikeluarkannya SKB Menteri P&K Nomor 299/u/1984 dengan Menteri Agama Nomor
45 Tahun 1984, tentang Pengaturan Pembakuan Kurikulum Sekolah Umum dan
Kurikulum Madrasah yang isinya antara lain adalah mengizinkan kepada lulusan
madrasah untuk melanjutkan ke sekolah-sekolah umum yang lebih tinggi.11
SKB 2 Menteri dijiwai oleh TAP MPR No. II/TAP/MPR/1983 tentang Perlunya
Penyesuaian Sistem Pendidikan sejalan dengan adanya kebutuhan pembangunan di
segala bidang, antara lain dilakukan melalui perbaikan kurikulum sebagai salah
satu di antara berbagai upaya perbaikan penyelenggaraan pendidikan di Sekolah
umu dan madrasah.12
Sebagai esensi dari pembakuan
kurikulum sekolah umum dan madrasah ini memuat antara lain:
1.
Kurikulum
sekolah umum dan madrasah terdiri dari program inti dan program pilihan.
2.
Program
inti dalam rangka memenuhi tujuan pendidikan sekolah umum dan madrasah, program
inti sekolah umum dan madrasah secara kualitatif sama.
3.
Program
khusus (pilihan) diadakan untuk memberikan bekal kemampuan siswa yang akan
melanjutkan ke perguruan tinggi bagi Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah.
4.
Pengaturan
pelaksanaan kurikulum sekolah umum dan madrasah mengenai sistem kredit semester,
bimbingan karier, ketuntasan belajar, dan sistem penilaian adalah sama.
11.
Zuhairini,
Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta:
Bumi Aksara, 2000) Cet ke-6, h.198. Selanjutnya isi lengkap SKB 2 Menteri
tersebut, lihat Hasbullah, Op. Cit.,
h. 17
12.
Ibid., h.
184. Lihat juga Mawardi Sutejo dkk, Kapita Selekta... Op. Cit., h.17
5.
Hal-hal
yang berhubungan dengan tenaga guru dan sarjana pendidikan dalam rangka
keberhasilan pelaksanaan kurikulum akan diatur bersama oleh kedua departemen
yang bersangkutan.13
Selanjutnya, penilaian akan menurunnya tingkat penguasaan ilmu-ilmu
keagamaan lulusan madrasah ala SKB 3 Menteri direspons pemerintah dengan
mendirikan MAPK.14 Kelahiran MAPK yang dirintis oleh H. Munawir
Sjadzali, MA (ketika ia menjabat sebagai Menteri Agama RI) menurut Ali Hasan
dan Mukti Ali15 dilatarbelakingi oleh kebutuhan akan tenaga ahli di
bidang agama Islam (ulama) sesuai dengan tuntutan pembangunan nasional,
sehingga kondisi itu perlu dilakukan upaya peningkatan mutu pendidikan pada MA.
C. SISTEM
PENDIDIKAN
Memasuki dekade 90-an, kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai madrasah
ditujukan secara penuh untuk membangun satu sistem pendidikan nasional yang
utuh. Dengan keluarnya UU No. 2 Tahun 1989, lembaga pendidikan agama memasuki
era integrasi pendidikan ke dalam Sistem Pendidikan Nasional. Dengan adanya
kesamaan kurikulum yang dipakai oleh lembaga pendidikan umum dan agama.16
UU
No. 2 Tahun 1989, memberikan efek positif terhadap pendidikan agama secara umum
dan lembaga pendidikan madrasah khusunya. Indikasi ini terlihat dalam pasal 4
bahwa pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan. Dalam persoalan ini, tujuan pendidikan nasional secara umum
adalah mengembangkan intelektual, moral dan spritual.
13.
Mawardi
Sutejo, Kapita Selekta...Loc. cit
14.
Lahirnya
MAPK melalui KMA No.73 Tahun 1987
15.
M.
Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta
Pendidikan Islam, (Jakarta:Pedoman Ilmu Jaya,2003), Cet. Ke-1, h.124.
16.
Suwito
Fauzan ed., Perkembangan Pendidikan Islam di Nusantara, (Bandung:Angkasa
Bandung,2004), Cet. Ke-1, h.200
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Diawali dari proses
penegerian sejumlah madrasah oleh pemerintah RI pada masa Orde Baru yaitu tahun
1967, mulai dari Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah,
selangkah telah terlihat kebijakan pemerintah yang berkontribusi positif
terhadap pendidikan Islam yang kemudian disusul dengan munculnya SKB Tiga
Menteri tahun 1975 tentang peningkatan mutu madrasah dengan diakuinya ijazah
madrasah yang memiliki nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum, lulusan
madrasah dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah umum setingkat lebih atas dan
siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.
B.
Kritik
dan Saran
Demikianlah makalah
kami, mungkin banyak kekurangannya. Kami sebagai penulis mohon maaf atas
kesalahan dan kekhilafan yang tertulis dalam makalah ini, dan kami sangat
berharap atas kritik dan saran dari para pembaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
-
Zuhairini
dkk. 2000. Sejarah Pendidikan Islam.
Jakarta: Bumi Aksara
-
Nizar,
Samsul. 2009. Sejarah Pendidikan Islam.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
-
Suwito,
Fauzan 2004. Perkembangan Pendidikan
Islam di Nusantara. Bandung: Angkasa Bandung
-
Hasan,
M. Ali dan Mukti Ali. 2003. Kapita
Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya
-
Asrohah,
Hanun. 1999. Sejarah Pendidikan Islam.
Jakarta: Logo Wacana Ilmu
-
Departemen
Agama RI. Himpunan Peraturan
Perundang-undangan tentang Pendidikan Nasional. Jakarta: Depag 1999/2000